Jumat, 24 Februari 2012

Etnosentrisme Sebagai Konsekuensi Dari Identitas Etnis


Halo readers, selamat bergabung kembali dan mengikuti blog saya. Artikel kali ini masih tentang perbedaan budaya dan apa yang mungkin terjadi dalam perbedaan suku dan budaya di Indonesia.
Keragaman suku dan budaya di Indonesia membuat salah satu ciri tersendiri bagi Indonesia, mangapa seperti itu karena di negara lain mungkin hanya ada satu atau dua suku saja paling banyak juga sepuluh, tetapi di Indonesia ada sangat banyak suku yang berada di Indonesia. Dengan adanya hal tersebut ada tantangan tersendiri bagi kita dan pemerintah sendiri sebagai pengelola negara kita. Semakin banyak suku dan budaya semakin banyak pula perbedaan yang terjadi di Indonesia, walaupun begitu kita tetap harus berpegang pada “Bhineka tunggal ika” yang selalu di ingatkan kepada kita sebagai warga negara Indonesia.
Melihat hal tersebut kemudian muncullah apa yang disebut etnosentrisme, apa itu entnosentrisme ??? Menurut Matsumoto (1996) etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Tetapi dari definisi tersebut lantas kita tidak boleh menelahnya mentah- mentah. Etnosentrisme tidak selalu negatif  tetapi juga merupakan salah satu hal yang positif. Hal positifnya adalah anggota kelompok dapat saling mendukung antar anggota suku.
Etnosentrisme memiliki dua tipe yang bisa dianggap berlawanan. Etnosentrisme fleksibel dan etnosntrisme infleksibel. Kita bahas satu persatu, etnosentrisme fleksibel terjadi jika seseorang yang mempunyai etnosentrisme dapat menggunakan etnosentrismenya dalam keadaan yang tepat ketika mereka dalam budaya mereka tetapi juga dapat melihat dan menafsirkan orang lain sesuai budaya mereka.
Tipe kedua adalah etnosentrisme infleksibel. Etnosentrisme ini dicirikan dengan sulitnya keluar dari car pandang seseorang terhadap budaya lain karena tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan cara pandang budayanya.
Indikator terbaik menentukan tipe etnosentrisme seseorang dapat ditemukan pada respon orang tersebut dalam menginterpretasi perilaku orang lain. Misalnya Pita, seorang etnis Minang makan sambil jalan di gang rumah kita di Jogja, jika kita semata-mata memandang dari perspektif sendiri dan mengatakan “dia memang buruk”, “dia tidak sopan”, atau “itulah mengapa dia tidak disukai” berarti kita memiliki etnosentrisme yang kaku. Tapi jika mengatakan “itulah cara yang dia pelajari untuk melakukannya,” berarti mungkin kita memiliki etnosentrisme yang fleksibel.
Dalam hal ini yang jelas- jelas sangat perlu diperhatikan adalah bagaimana kita dapat menyikapi orang lainyang berbeda budaya berdasarkan budaya kita. Kadang kita melihat orang yang berkelakuan aneh jika diterapkan dalam budaya kita sendiri tetapi mereka menganggap itu memang lazim dilakukan( menurut mereka). Menyikapi hal tersbut seharusnya kita memang menjaga budaya kita tetapi tetap harus memahami budaya orang lain juga sesuai dengan kebudayaan kita. Jika tidak anggota suku dalam kebudayaan itu sendiri siapa yang akan menjaga dan melestarikan kebudayaan mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

blogger baik yang adalah mampir, baca postingan dan beri komentar :D